Merdeka atau Mati!

Lebih dari 58 tahun lalu, bangsa Indonesia pernah punya semboyan: Merdeka atau Mati! Dikaji lebih jauh, ternyata semboyan itu tidak sekedar punya arti lebih baik mati daripada tidak merdeka. Kalau dirujukkan pada hukum alam, semboyan itu juga punya arti pilihan hidup. Kalau kita tidak bisa hidup dengan kemerdekaan maka kita akan menjalani hidup dengan kematian. Bentuk kematian hidup itu apabila dirujukkan pada pendapat Robin S. Sharma adalah konflik-diri yang mengakibatkan potensi tidak bisa diaktualkan secara optimal. “Too many people die at 20 and are buried at 80. Too many people coast through life, never manifesting their potential and using only a fraction of their personal talents”. Ajaran kitab suci memberi istilah dengan hari kiamat di mana kebanyakan orang bertanya-tanya: “Mengapa nasib saya seperti ini?”

Secara harfiah, kemerdekaan adalah kemandirian hidup, kebebasan, dan ketegasan. Dalam kamus, kemerdekaan diartikan sebagai self governing, free from intimidation, acting or thinking upon one’s own-line. Kemerdekaan hidup seperti yang termaktub dalam teks proklamasi adalah hak (asasi). Menurut hukum sebab akibat hak adalah akibat yang diciptakan oleh sebab bernama kewajiban. Hukum alam menjadikan kewajiban sebagai syarat mutlak mendapatkan hak atau menyuruh mendahulukan kepatuhan terhadap kewajiban ketimbang mendahulukan tuntutan hak. Sayangnya kita secara mental-kultural lebih menomorsatukan hak dari pada kewajiban, minimalnya dalam ungkapan pembahasaan hidup harian. Mulut kita sudah terlatih mengucapkan hak dan kewajiban ketimbang kewajiban dan hak. Secara mindset kita lebih berat memikirkan apa yang tertinggal (dari hak) ketimbang memikirkan apa yang kita tinggalkan (dari kewajiban).

Kemandirian

Kemerdekaan adalah kemandirian (self governing) yang sering diartikan dengan kalimat berdiri di atas kaki sendiri. Kalimat itu mengisyaratkan bahwa orang yang mandiri itu adalah orang berdiri tegak dengan kakinya. Salah satu lawan kata dari berdiri-tegak adalah lari yang oleh Jalaluddin Rumi, diistilah dalam puisinya dengan kalimat lari dari kemauan bebas. “Seluruh makhluk melarikan diri dari kemauan bebas dan keberadaan-diri mereka menuju ke diri mereka yang tak sadar”. Kalau kita ingin bebas dengan mencari kebebasan maka sebenarnya yang telah kita lakukan adalah menciptakan belenggu karena kebebasan (kemauan bebas atau kemerdekan) adalah pencapaian dari usaha menciptakan diri / memandirikan diri. Lantas, apa yang sering mendorong orang ingin lari dari kemerdekaan untuk mencari kebebasan?

Akar penyebabnya adalah kekalahan atas musuh-diri di dalam sehingga ia tidak menjadi self governor. Musuh-diri itu menurut Jim Rohn dalam tulisannya berjudul “Facing the enemy within” (2002) umumnya ada lima, yaitu ketakutan (fear), kekhawatiran (worry), keragu-raguan (doubt), plin-plan (indecision), dan terlalu hati-hati (over-caution). Kalau ketakutan yang menang maka kita tidak menjadi pemberani padahal keberanian itu dibutuhkan. Kalau kekhawatiran yang menang, kita tidak menjadi orang yang bahagia dengan diri sendiri (happiness manufacture). Kalau keragu-raguan yang menang maka kita tidak menjadi orang yang yakin dengan kebenaran keyakinan. Kalau plin-plan yang menang maka kita tidak menjadi sosok yang telah kita putuskan. Demikian halnya kalau terlalu hati-hati yang menang maka kita tidak pernah menjadi orang yang sederhana, padahal biasanya the simple is the real

Kalau dikaitkan dengan pendapat Robin S. Sharma di atas, maka kemerdekaan diri itu tidak bisa dicari tetapi diciptakan dengan menjalani disiplin-diri untuk menemukan / menggunakan keunggulan (potensi). Hukum paradok yang berlaku di sini adalah kemerdekaan itu diperoleh dengan kepatuhan disiplin atau berdiri tegak bukan lari atau bebas dari disiplin. Alasannya, seluruh keunggulan manusia itu baru dapat ditemukan dan digunakan setelah menjalani disiplin pembelajaran untuk memperbaiki yang salah, menambah yang kurang dan menggunakan yang masih nganggur dalam kurun waktu yang tidak bisa secara one-off. Dikaitkan dengan pesan kitab suci di atas, kiamat duniawi itu disebabkan oleh pengabaian / tidak disiplin (indisipliner) untuk menjalani perbaikan yang dikiaskan hanya sekecil biji peluru tetapi akibatnya sebesar hidup merdeka dan hidup mati..

Bebas Intimidasi

Kemerdekaan adalah bebas dari intimidasi orang lain yang umumnya berupa intimidasi tanggung jawab (hutang) dan intimidasi tekanan (penjajahan) orang lain. Sudah menjadi titah alam kalau kita diberi jalan merealisasikan keinginan dengan menciptakan kesepakatan dengan orang lain. Sehebat apapun seseorang sebagai pribadi tetapi kalau tidak mendapatkan kesepakatan dengan orang maka kehebatan itu hanya sebatas hebat bagi diri sendiri. Seseorang dipanggil presiden, CEO perusahaan atau menjadi bawahan karena mendapat kesepakatan / dukungan dari / dengan orang lain. Bahkan oleh temuan survey dikatakan bahwa sebagian besar tawaran rasa bahagia dan nestapa terjadi dari interaksi, lalu sebagian kecilnya dari self accomplishment.

Cukup beralasan kalau Michael Angier berani mengatakan, sembilan puluh persen dari problem kemanusiaan adalah masalah ketaatan terhadap kesepakatan yang dibikin dengan orang lain. “Your agreement show your integrity . About 90 percent of world problem result from people do not keeping their agreement" (2002). Tentu maksud dari kata problem di sini adalah hilangnya kemerdekaan karena mencari kebebasan. Setiap kesepakatan yang kita ciptakan dengan orang lain pasti mengandung kontrak tanggung jawab baik secara psikologis atau juridis dan begitu tanggung jawab itu kita abaikan maka yang lahir adalah intimidasi. Tak salah, kalau pesan kenabian mengingatkan agar kita mengantisipasi kemungkinan adanya hutang (tanggung jawab) di mana resource untuk membayar tidak kita miliki.

Intimidasi memang dikeluarkan dari orang lain tetapi sebabnya diciptakan oleh bobot ketaatan kita atas kesepakatan. Kalau merujuk pada hukum daya tarik, sebenarnya jurus-hidup yang paling selamat adalah menarik orang lain (to attract) dengan menciptakan daya tarik-diri yang menarik ketertarikan. Pada dasarnya jurus ini lebih mudah kita jalankan hanya saja kebanyakan kita telah biasa lebih dahulu memulai dari start dengan menggunakan jurus yang sebaliknya: mendorong orang lain (to push). Jadi yang terjadi bukan tidak mampu melainkan sudah terlanjur salah memilih start. Meskipun salah tetapi masih sangat terlalu mungkin untuk diperbaiki dengan cara menaikkan kemampuan menaati (the ability of obedience) dan menurunkan janji sehingga masih tersisa peluang untuk memberi orang lain lebih dari sekedar yang kita janjikan. Di sini, musuh kita adalah nafsu untuk mengambil lebih banyak dari pemberian sedikit.

Bentuk intimidasi lain adalah penjajahan yang disebabkan oleh kelemahan (personal weakness). Jalan untuk memerdekakan diri dari penjajahan orang lain saat menjalin kesepakatan bukanlah lari menghindari melainkan, seperti disarankan oleh Charles Handy, memperkuat power. Ada tiga power yang bisa kita pilih sesuai keadaan-diri untuk memperkuat bargain position, yaitu: 1) Resource power ( kekayaan, kekuatan fisik, kecantikan, ketampanan, dst); 2) Position power (jabatan, kepemimpinan, pekerjaan, dst); 3) Expert Power (pengetahuan khusus, penguasaan informasi, spesialisasi, dst). Kalau tidak memiliki keseluruhan ambillah yang sebagian tetapi jangan sampai tidak memiliki bagian dari salah satu di antara ketiganya.

Senada dengan Charles, pesan bijak juga menyarankan, kalau anda ingin memimpin orang lain maka milikilah power kekayaan dan power ilmu pengetahuan. Kekayaan bisa anda jadikan senjata untuk menyelesaikan persoalan dengan orang lain dalam kategori kelas umum sedangkan ilmu pengetahuan adalah senjata yang bisa anda gunakan untuk menyelesaikan persoalan dengan orang lain dalam kategori kelas khusus.

Ketegasan

Ketegasan adalah kemampuan menyelaraskan apa yang kita putuskan di tingkat kreasi mental dengan apa yang kita lakukan (eksekusi) di tingkat kreasi fisik sesuai proses yang sudah diakarkan pada prinsip. Kreasi mental baru angka nol kalau tidak diolah berdasarkan proses yang berprinsip tidak beranak menjadi angka satu yang berkelanjutan menjadi dua, tiga dan seterusnya tetapi tetap angka nol atau hanya satu. Dalam praktek harian, hampir seluruh konsep hidup itu bagus tetapi tidak selamanya menghasilkan praktek (hasil) yang bagus. Sebabnya bukan karena tidak tahu atau tidak mampu tetapi kurang tegas dalam memperjuangkan proses menurut akar prinsip.

Ketegasan juga punya arti keputusan yang kita putuskan dengan memutuskan atau pilihan hidup yang kita tentukan dengan kesadaran memilih. Masalah pelanggaran yang kerapkali kita lakukan terhadap hukum memilih (baca: life is choice and consequence) adalah lupa atau tidak sadar bahwa kita telah menentukan pilihan. Kepada orang lain dan diri kita mungkin kita masih punya alasan untuk dimaafkan tetapi hukum sebab akibat ini sama sekali tidak punya ampun. Begitu kita memilih terlepas sadar atau tidak sadar, lupa atau ingat, maka pilihan itu secara otomatis menghasilkan konsekuensi. Begitu luasnya wilayah hidup yang tidak terjamah oleh ingatan kita maka ajaran ketuhanan menyediakan pintu di mana do’a dikatakan sebagai kekuatan untuk menunda, mengalihkan, membatalkan akibat dari pilihan yang salah tetapi di luar kontrol ingatan kita.

Kedua arti ketegasan di atas adalah kemerdekaan. Kalau kita sering menyimpang dari jalur proses yang benar maka kita akan dijajah oleh kesalahan atau kegagalan yang bertubi-tubi. Kita dibikin capek oleh nafsu bongkar-pasang konsep hidup karena praktek coba-coba bukan uji coba. Teori manajemen mengajarkan, buatlah rencana dengan cepat tetapi jangan cepat-cepat mengubah rencana kalau inspirasi untuk mengubah tidak datang dari melakukan rencana. Demikian juga kalau kita sering lupa atau tidak sadar. Agar kita selalu ingat maka langkah yang bisa kita lakukan adalah pembiasaan. Pesan bijak bilang kebiasaan melahirkan kesempurnaan. Pengulangan adalah ibu kesempurnaan.

Akhirnya, kemerdekaan ternyata tidak saja cukup dengan kita peringati tetapi perlu kita tanggapi (response) dengan pilihan untuk memerdekakan diri. Menurut kata pengamat, undangan kepada penjajahan baru adalah kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan dalam arti yang luaaas. Mari memerdekakan diri. Semoga berguna.

Category: 2 komentar

2 komentar:

BELAJAR BAHASA mengatakan...

semboyan merdeka atau mati menguatkan tekad perjuangan kemerdekaan

magnumxia mengatakan...

Hotels near Casino de Cordoba by Wyndham - Mapyro
Hotels near Casino de Cordoba by 안성 출장안마 Wyndham · Holiday Inn Express Hotel 충청남도 출장샵 · Holiday Inn Express Hotel Wyndham · Holiday 이천 출장샵 Inn 순천 출장안마 Express 순천 출장안마 Hotel Wyndham Las Vegas · Holiday Inn Express

Posting Komentar